Dalam hukum perdata ataupun pidana, alat bukti merupakan hal penting yang mendasari setiap keputusan hakim. Alat bukti adalah alat atau upaya yang diajukan pihak beperkara yang digunakan hakim sebagai dasar dalam memutus perkara.
Tanpa alat bukti yang sah, proses peradilan akan sulit untuk mencapai keputusan yang adil dan tepat. Melalui berbagai jenis alat bukti, sistem peradilan dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada fakta dan proses yang adil.
Apa Perbedaan Pembuktian dalam Perkara Perdata dan Perkara Pidana?
Di dalam perkara perdata, tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari kebenaran formil. Kebenaran formil adalah hakim hanya terikat kepada keterangan atau alat-alat bukti yang disampaikan oleh para pihak dan tidak boleh melewati batas-batas permintaan diajukan oleh para pihak yang beperkara.
Sedangkan di dalam perkara pidana, pembuktian bertujuan untuk mencari kebenaran materiil yaitu kebenaran yang sesungguhnya terjadi. Kebenaran materiil adalah Hakim mencari tahu apa yang benar-benar terjadi dalam kejadian yang menjadi objek perkara termasuk tindakan, niat, dan konteks di balik tindak pidana.
Lalu, Apa Saja Alat Bukti Yang Sah Dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana? Berikut ini penjelasannya.
- Alat Bukti Sah Dalam Hukum Perdata
Menurut pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”)/Pasal 164 Herziene Indonesisch Reglement (“HIR”), terdapat 5 (lima) alat bukti yang diakui dalam perkara perdata yaitu:
Alat Bukti | Penjelasan |
Bukti Tertulis | Terdiri dari akta otentik dan bawah tangan. Pasal 1868 KUHPerdata menerangkan bahwa akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Contoh: Akta Notaris. Pasal 1874 KUHPerdata menerangkan bahwa akta di bawah tangan yaitu yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga, dan tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum. Contoh: Perjanjian bawah tangan, surat biasa. |
Bukti Saksi | Pasal 1909 KUHPerdata menerangkan bahwa semua orang yang cakap untuk menjadi saksi wajib memberikan kesaksian di muka hakim. Namun Pasal 1910 dan 1912 KUHPerdata menerangkan bahwa terdapat beberapa orang yang dilarang menjadi saksi, yaitu: 1. keluarga sedarah atau semenda salah satu pihak dalam garis lurus; 2. suami atau istri, meskipun telah bercerai; 3. orang yang belum genap 15 tahun; 4. orang yang berada di bawah pengampuan karena dungu atau gila; dan 5. orang yang atas perintah hakim telah dimasukkan dalam tahanan selama perkara diperiksa pengadilan. |
Persangkaan | Pasal 1915 KUHPerdata menerangkan bahwa persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. |
Pengakuan | Pasal 174, 175, dan 176 HIR menerangkan bahwa pengakuan dapat diklasifikasikan atas pengakuan di muka hakim dan pengakuan di luar sidang. Setiap pengakuan harus diterima sepenuhnya hakim tidak dapat menerima sebagian atau menolak sebagian pengakuan sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang itu dengan maksud akan melepaskan dirinya, menyebutkan perkara yang terbukti bahwa perbuatan atau kejadian tersebut adalah palsu. |
Sumpah | Pasal 1929 KUHPerdata menerangkan bahwa terdapat 2 (dua) macam sumpah yaitu: – Sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah pemutus. – Sumpah yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatan kepada salah satu pihak. |
- Alat Bukti Sah Dalam Hukum Pidana
Berdasarkan Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman pidana kepada seseorang kecuali apabila terdapat sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, terdapat 5 Alat Bukti dalam perkara pidana, yaitu:
Alat Bukti | Penjelasan |
Keterangan Saksi | Pasal 185 KUHAP menerangkan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan, dan keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan yang didakwakan kecuali disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. |
Keterangan Ahli | Pasal 186 KUHAP menerangkan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. |
Surat | Pasal 187 KUHAP menerangkan bahwa surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah: a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. |
Petunjuk | Pasal 188 KUHAP menerangkan bahwa Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa. |
Keterangan Terdakwa | Pasal 189 KUHAP menerangkan bahwa Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. |
Kesimpulan
Memahami jenis alat bukti yang sah dalam hukum perdata dan pidana sangat penting untuk memastikan proses peradilan berjalan dengan adil dan tepat.
CSI Consultant, firma hukum dan konsultan terintegrasi di Jakarta, membantu pelaku usaha dalam pengurusan legal audit, legal due diligence, ketenagakerjaan, hubungan industrial, pajak, transaksi bisnis, penyelesaian sengketa baik secara litigasi maupun non-litigasi, dan kepatuhan hukum.
Publikasi ini hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan nasihat hukum. Kami tidak bertanggungjawab dalam bentuk apapun kepada setiap pihak yang membaca dan/atau menggunakan materi apapun yang terkandung dalam publikasi ini. Semua publikasi CSI Consultant memiliki hak cipta dan tidak boleh direproduksi tanpa persetujuan tertulis dari CSI Consultant.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi:
(62)21 3192 3933
Official Pages of CSI Consultant:
LinkedIn
Twitter
CSI Law Firm
Facebook Page
Instagram Page
Your Comment
Leave a Reply Now