Sebagai tindak lanjut atas mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan untuk memperkuat pengaturan perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor keuangan, pada akhir tahun 2023, Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 22 tahun 2023 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (“POJK 22/2023”).
Beberapa substansi pokok yang diatur dalam POJK 22/2023 adalah penyesuaian cakupan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (“PUJK”) dan prinsip perlindungan konsumen.
Berdasarkan Pasal 2 POJK 22/2023, PUJK meliputi:
Lembaga Jasa Keuangan 1. Bank umum 2. Bank Perekonomian Rakyat 3. Perusahaan Efek 4. Dana Pensiun 5. Perusahaan Asuransi 6. Perusahaan Reasuransi 7. Perusahaan Pembiayaan 8. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur 9. Perusahaan Modal Ventura 10. Lembaga Keuangan Mikro 11. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, yang terdiri dari: >>a. BPJS Kesehatan >>b. BPJS Ketenagakerjaan >>c. PT Taspen (Persero) >>d. BP Tapera >>e. PT Asabri (Persero) >>f. PT Jasa Raharja (Persero) >>g. PT Permodalan Nasional Madani >>h. Penyelenggara Layanan Urun Dana >>i. Pihak yang menyelenggarakan inovasi teknologi sektor keuangan di sektor jasa keuangan seperti digital banking dan pinjam-meminjam berbasis aplikasi teknologi (peer-to-peer lending), aktivitas terkait aset keuangan digital, dan aktivitas jasa keuangan digital lainnya. (“selanjutnya disebut sebagai LJK”). | Pihak yang melakukan kegiatan usaha penghimpunan dana, penyaluran dana, pengelolaan dana di sektor jasa keuangan, yang diberikan izin dan dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan. | PUJK lainnya meliputi pihak yang menyelenggarakan inovasi teknologi sektor keuangan di sektor jasa keuangan yang diberikan izin dan dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan. |
Selanjutnya, Pasal 3 ayat (2) POJK 22/2023 mengamanatkan PUJK untuk menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
- edukasi yang memadai;
- keterbukaan dan transparansi informasi produk dan/atau layanan;
- perlakuan yang adil dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab;
- pelindungan aset, privasi, dan data konsumen;
- penanganan Pengaduan dan penyelesaian Sengketa yang efektif dan efisien;
- penegakan kepatuhan; dan
- persaingan yang sehat.
Selain penyesuaian cakupan PUJK dan prinsip perlindungan konsumen sebagaimana dijelaskan di atas, POJK 22/2023 juga mengatur lebih lanjut mengenai mekanisme penagihan dan pengambilalihan/penarikan agunan oleh PUJK untuk produk dan/atau layanan kredit dan pembiayaan.
Adanya digitalisasi produk dan/atau layanan di sektor jasa keuangan, yang mempermudah aksesibilitas produk kredit bagi masyarakat, rupanya tidak hanya menimbulkan dampak positif, tetapi juga meningkatkan tindakan wanprestasi. Wanprestasi ini terjadi ketika konsumen dan masyarakat tidak memenuhi kewajiban pembayaran kembali produk kredit/pembiayaan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang disepakati.
Meningkatnya tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh konsumen dan masyarakat mendorong PUJK untuk bekerjasama dengan perusahaan jasa penagihan guna melaksanakan fungsi penagihan kredit/pembiayaan kepada konsumen, yang biasa dikenal dengan istilah “Debt Collector“.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, POJK 22/2023 menegaskan tanggung jawab PUJK terhadap konsumen dalam proses penagihan dengan mengatur hal-hal sebagai berikut:
1. Kerja sama antara PUJK dan perusahaan jasa penagihan wajib dibuat dalam bentuk tertulis, dan perusahaan jasa penagihan wajib mematuhi ketentuan sebagai berikut:
a. berbentuk badan hukum;
b. memiliki izin dari instansi berwenang; dan
c. memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi dan/atau asosiasi penyelenggara yang terdaftar di OJK.
(Pasal 61 ayat (2) dan (3) POJK 22/2023)
2. Dalam pelaksanaan kerja sama, PUJK wajib memastikan perusahaan jasa penagihan yang bekerja untuk dan/atau mewakili kepentingan PUJK memperlakukan atau melayani konsumen dengan tidak diskriminatif serta bertanggung jawab atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama.
(Pasal 4 ayat (3) j.o. Pasal 61 ayat (5) POJK 22/2023)
3. PUJK wajib memastikan bahwa penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen harus dilaksanakan sesuai dengan norma dan etika penagihanyaitu:
- Penagihan tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen;
- Penagihan tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
- Tidak melakukan penagihan kepada pihak selain konsumen;
- Penagihan dilakukan tidak secara terus menerus yang bersifat mengganggu;
- Penagihan dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili konsumen;
- Penagihan hanya dapat dilakukan pada hari Senin – Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00 – 20.00 waktu setempat; dan
- Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Pasal 62 ayat (1) dan (2) POJK 22/2023)
4. Bagi PUJK yang memiliki produk kredit atau pembiayaan yang mensyaratkan adanya agunan wajib memiliki pedoman internal mengenai pengambilalihan atau penarikan agunan yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Pasal 63 ayat (1) dan (2) POJK 22/2023)
5. Pengambilalihan atau penarikan agunan hanya dapat dilakukan apabila konsumen terbukti memenuhi hal-hal sebagai berikut:
- Konsumen terbukti wanprestasi;
- Konsumen sudah diberikan surat peringatan;
- PUJK mempunyai sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.
(Pasal 64 ayat (1) POJK 22/2023)
6. Dalam melakukan pengambilalihan atau penarikan agunan, PUJK wajib menjelaskan hal berikut kepada konsumen:
- outstanding pokok terutang konsumen kepada PUJK;
- manfaat ekonomi pendanaan;
- denda yang terutang dan/atau ganti rugi yang terutang oleh konsumen kepada PUJK;
- biaya terkait pengambilalihan atau penarikan agunan; dan
- mekanisme penjualan agunan oleh PUJK dalam hal konsumen tidak menyelesaikan kewajibannya.
(Pasal 64 ayat (5) POJK 22/2023)
7. Bagi PUJK yang melanggar hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, maka PUJK akan dikenakan sanksi berupa:
- peringatan tertulis;
- pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
- pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
- pemberhentian pengurus;
- denda administratif paling banyak Rp15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah);
- pencabutan izin produk dan/atau layanan; dan atau
- pencabutan izin usaha.
(Pasal 64 ayat (6) POJK 22/2023)
Baca juga Memahami Tanggung Jawab Direksi atas Keputusan Bisnis yang Merugikan
CSI Consultant, sebuah perusahaan konsultan dan firma hukum terintegrasi di Jakarta, membantu pelaku usaha dalam mengatur dan melaksanakan usaha dan investasi, termasuk dalam pengurusan ketenagakerjaan, hubungan industrial, pajak, transaksi bisnis, penyelesaian sengketa baik secara litigasi maupun non-litigasi, dan kepatuhan. Jika Anda memiliki pertanyaan, jangan ragu untuk menghubungi kami.
Publikasi ini hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan nasihat hukum. Kami tidak bertanggungjawab dalam bentuk apapun kepada setiap pihak yang membaca dan/atau menggunakan materi apapun yang terkandung dalam publikasi ini. Semua publikasi CSI Consultant memiliki hak cipta dan tidak boleh direproduksi tanpa persetujuan tertulis dari CSI Consultant.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi:
(62)21 3192 3933
Official Pages of CSI Consultant:
LinkedIn
Twitter
CSI Law Firm
Facebook Page
Instagram Page
Your Comment
Leave a Reply Now