Ikhtisar
Pada awal bulan Juli 2024, Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Masa Seribu Hari Pertama Kehidupan (“UU KIA”). Diundangkannya UU KIA bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak dan kebutuhan dasar Ibu dan anak, terutama dalam fase seribu hari pertama kehidupan demi mewujudkan sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa yang akan datang. Selanjutnya diketahui adanya ketentuan baru cuti melahirkan.
UU KIA mengatur lebih lanjut hak-hak khusus bagi ibu yang bekerja, yang semula diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana yang telah diubah sebagian dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“UU Ketenagakerjaan”). Sejak diundangkannya UU KIA, semua peraturan perundang-undangan mengenai hak dan kebutuhan dasar ibu tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan ketentuan UU KIA.
UU KIA terdiri dari 46 pasal yang tidak hanya mengatur hak-hak ibu dan anak, tetapi juga hak ayah, penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, pendanaan, serta partisipasi masyarakat.
Berikut adalah artikel yang akan membahas secara khusus mengenai ketentuan baru cuti melahirkan dan hak-haknya menurut UU KIA serta perbandingannya dengan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan.

Definisi Anak
Dalam UU KIA, ‘Anak’ didefinisikan secara khusus sebagai anak pada seribu hari pertama kehidupan, yang kehidupannya dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan sampai dengan anak berusia 2 (dua) tahun.
Cuti Melahirkan
Menambahkan ketentuan cuti melahirkan dalam UU Ketenagakerjaan, Pasal 4 ayat (3) huruf a juncto Pasal 4 ayat (5) UU KIA mengatur bahwa setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan dengan ketentuan:
- paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan
- paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang meliputi:
- Ibu mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran; dan/atau
- Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi.
Tentu saja berbeda dengan ketentuan cuti melahirkan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, UU KIA tidak mengatur pembagian kapan jangka waktu cuti melahirkan untuk 3 (tiga) bulan pertama dapat dilaksanakan.
Namun demikian, ketentuan cuti melahirkan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dimana pekerja berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum melahirkan dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan, tetap berlaku. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan ketentuan cuti melahirkan 3 (tiga) bulan pertama berdasarkan UU KIA tetap mengikuti ketentuan pembagian dalam UU Ketenagakerjaan.
Selama menggunakan hak cuti melahirkan, pekerja tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap berhak menerima upah dengan besaran upah sebagai berikut:
- Penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama;
- Penuh untuk bulan keempat; dan
- 75% dari upah untuk bulan kelima dan keenam.
Ketentuan upah selama cuti melahirkan dalam UU KIA merupakan peningkatan dari ketentuan upah sebagaimana diatur di UU Ketenagakerjaan.
Selanjutnya, UU KIA juga menegaskan hak cuti suami untuk mendampingi istri selama persalinan. Yaitu selama 2 (dua) hari dan tambahan 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan dengan pemberi kerja.
Perbandingan UU KIA dan UU Ketenagakerjaan
Perihal | UU KIA | UU Ketenagakerjaan |
Cuti Melahirkan | Min. 3 (tiga) bulan pertama; dan Max. 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus. | 1,5 (satu setengah) bulan sebelum melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan anak |
Upah Selama Cuti Melahirkan | 100% untuk 3 (tiga) bulan pertama;100% untuk bulan keempat; dan 75% dari upah untuk bulan kelima dan keenam. | 100% selama 3 (tiga) bulan |
Cuti Suami | Masa persalinan: 2 (dua) hari dan maksimum 3 (tiga) hari berikutnya atau jangka waktu lain sesuai kesepakatan dengan pemberi kerja; Saat keguguran: 2 (dua) hari. | Cuti berbayar selama 2 (dua) hari bagi suami bekerja yang istrinya sedang melahirkan atau mengalami keguguran. |
Baca juga di sini: PHK dan Hak-hak yang Timbul Karenanya
Demikian ketentuan baru cuti melahirkan yang diatur dalam UU KIA memberikan peningkatan perlindungan dan hak-hak tambahan bagi ibu yang bekerja. Perubahan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung kesehatan dan kesejahteraan keluarga sebagai fondasi bagi generasi penerus yang lebih baik.
Lebih lanjut tentang bagaimana ketentuan baru cuti melahirkan dapat memengaruhi perusahaan dan karyawan Anda, jangan ragu untuk menghubungi kami. Dapatkan wawasan terbaru mengenai regulasi ketenagakerjaan di Indonesia di blog kami.
Dapatkan Free Consultation
Kami memahami bahwa setiap kasus PHK memiliki kompleksitas tersendiri. Kami telah berpengalaman dalam pendampingan perselisihan hubungan industrial dan peraturan perusahaan. Klik di sini untuk menghubungi kami sekarang juga dan dapatkan solusi terbaik untuk masalah Anda.
CSI Consultant, konsultan bisnis terintegrasi di Jakarta, membantu pelaku usaha dalam mengatur dan melaksanakan usaha dan investasi. Termasuk dalam pengurusan ketenagakerjaan, hubungan industrial, pajak, transaksi bisnis, penyelesaian sengketa baik secara litigasi maupun non-litigasi, dan kepatuhan. Jika Anda memiliki pertanyaan, jangan ragu untuk menghubungi kami.
Publikasi ini hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan nasihat hukum. Kami tidak bertanggungjawab dalam bentuk apapun kepada setiap pihak yang membaca dan/atau menggunakan materi apapun yang terkandung dalam publikasi ini. Semua publikasi CSI Consultant memiliki hak cipta dan tidak boleh direproduksi tanpa persetujuan tertulis dari CSI Consultant.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi:
(62)21 3192 3933
Whatsapp Business: +6281519107778
Official Pages of CSI Consultant:
LinkedIn
Twitter
CSI Law Firm
Facebook Page
Instagram Page
Your Comment
Leave a Reply Now