Implementasi Restorative Justice Pada Tindak Pidana Tertentu

Implementasi Restorative Justice Pada Tindak Pidana Tertentu

Implementasi Restorative Justice Pada Tindak Pidana Tertentu

Pernahkah Anda mendengar tentang Restorative Justice? Istilah ini semakin populer di Indonesia, terutama setelah dikeluarkannya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (“PerPolRI 8/2021”). Bagaimana implementasi restorative justice pada tindak pidana tertentu? Berikut penjelasan lengkap beserta contoh kasus.

Berdasarkan PerPolRI 8/2021, Restorative Justice atau Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, pihak korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Hal yang terpenting saat ini Indonesia sedang giat menerapkan sistem peradilan pidana dengan pendekatan Keadilan Restoratif. Pendekatan ini memprioritaskan pemulihan terhadap korban dibandingkan peradilan yang bersifat hukuman. Tentu saja langkah ini semakin nyata dengan disahkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (“PerMA 1/2024”) pada bulan Mei 2024 lalu.

Oleh karena itu, Keadilan Restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara pidana dengan mekanisme yang berfokus proses dialog dan mediasi yang melibatkan semua pihak terkait sehingga menciptakan penyelesaian antara masing masing pihak yang terlibat perkara pidana.

Kemudian apa tujuan dan implementasi restorative justice pada tindak pidana tertentu?

Apa tujuan dari Keadilan Restoratif?

Berdasarkan PerMa 1/2024, tujuan mengadili suatu perkara pidana berdasarkan Keadilan Restoratif adalah untuk:

  1. memulihkan Korban tindak pidana;
  2. memulihkan hubungan antara Terdakwa, Korban, dan/atau masyarakat;
  3. menganjurkan pertanggungjawaban Terdakwa; dan
  4. menghindarkan setiap orang, khususnya Anak, dari perampasan kemerdekaan.

Baca juga Perbedaan Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum

Bagaimana Keadilan Restoratif bisa diterapkan?

Pedoman penerapan Keadilan Restoratif dalam suatu perkara tindak pidana dapat diterapkan pada setiap jenis perkara pidana termasuk pada perkara jinayat, militer, dan anak.

Hal yang utama, dalam PerMa 1/2024 diatur bahwa hakim dapat menerapkan pendekatan Keadilan Restoratif apabila SALAH SATU jenis tindak pidana dibawah ini terpenuhi, antara lain:

  1. Tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana ringan atau kerugian Korban bernilai tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) atau tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat;
  2. Tindak pidana merupakan delik aduan;
  3. Tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 5 (lima) tahun penjara dalam salah satu dakwaan, termasuk tindak pidana jinayat menurut qanun;
  4. Tindak Pidana dengan pelaku Anak yang diversinya tidak berhasil; atau
  5. Tindak pidana lalu lintas yang berupa kejahatan.

Apakah terdapat pengecualian penerapan Keadilan Restoratif pada suatu perkara pidana? 

Ya, ada. Hakim tidak berwenang menerapkan Keadilan Restoratif pada perkara pidana dalam hal:

  1. Korban atau Terdakwa menolak untuk melakukan perdamaian; 
  2. Terdapat Relasi Kuasa; atau
  3. Terdakwa mengulangi tindak pidana sejenis dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sejak Terdakwa selesai menjalani putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Bagaimana bentuk penyelesaian Antara Terdakwa dan Korban pada penerapan Keadilan Restoratif?

  1. Pada sidang pertama, setelah Jaksa Penuntut Umum membaca berita acara pemeriksaan/catatan dakwaan/surat dakwaan, Hakim memberikan kesempatan kepada Terdakwa untuk membenarkan atau tidak membenarkan perbuatan yang didakwakan kepadanya.

    Apabila terdakwa membenarkan seluruh perbuatan yang didakwakan, maka proses persidangan dapat dilanjutkan dengan penerapan mekanisme keadilan restoratif. Namun, jika terdakwa tidak membenarkan dakwaan, membenarkan sebagian dan/atau mengajukan keberatan atas dakwaan, maka pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan sesuai hukum acara pidana.
  2. Hakim akan menanyakan terlebih dahulu kepada penuntut umum terkait kehadiran korban di persidangan. Apabila korban tidak hadir, maka hakim akan menunda persidangan paling lama 7 hari dan memerintahkan jaksa penuntut umum untuk menghadirkan korban dan alat bukti pada persidangan berikutnya. Apabila korban meninggal dunia, maka kepentingan korban dalam persidangan masih dapat diwakili oleh ahli waris.
  3. Jika korban atau ahli waris korban hadir dalam persidangan, hakim mengonfirmasi upaya perdamaian yang telah dilakukan antara korban dan terdakwa sebelum proses persidangan, dengan ketentuan sebagai berikut:

    Tabel Upaya Perdamaian Hakim Restorative Justice CSI Consultant
  4. Hakim memastikan bahwa upaya perdamaian dicapai tanpa adanya kesesatan, paksaan, atau penipuan dari salah satu pihak.
  5. Dalam hal tercapainya kesepakatan baru, maka kesepakatan baru tersebut dijadikan pertimbangan dalam putusan Hakim.

Contoh Implementasi Restorative Justice dalam Tindak Pidana pada Kasus Penggelapan Getah Karet di Kabupaten Mesuji

Pada tahun 2022, seorang buruh sadap karet PT Silva Inhutani Lampung di Kabupaten Mesuji  melakukan penggelapan sebanyak 1,5 karung getah karet, yang menyebabkan kerugian materiil bagi PT Silva Inhutani Lampung sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Buruh tersebut dikenakan Pasal 374 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Ia mengaku melakukan penggelapan karung getah karet karena terdesak kebutuhan sekolah kedua anaknya yang masih SD dan SMP.

Selanjutnya, Kejaksaan Negeri Tulang Bawang menghentikan tuntutan terhadap buruh tersebut dengan restorative justice, berdasarkan pertimbangan bahwa buruh tersebut baru pertama Kali melakukan tindak pidana atau belum pernah dihukum, dan tindak pidana yang dilakukan oleh buruh tersebut diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.

Terdapat kesepakatan perdamaian antara buruh dengan pihak PT Silvani Inhutani Lampung, dan pihak PT Silva Inhutani Lampung memaafkan buruh tersebut. Sehingga, pada akhirnya buruh tersebut dibebaskan dari perkara penggelapan 1,5 getah karet.

Dapatkan Free Consultation

Apakah perusahaan Anda berencana untuk mengajukan gugatan atas wanprestasi atau tindakan melanggar hukum atau pelanggaran kontrak terhadap mitra bisnis? Hubungi kami segera untuk mendapatkan konsultasi dan bantuan hukum profesional. Kami telah berpengalaman dalam pendampingan perselisihan, somasi, litigasi dan non litigasi. Klik di sini untuk menghubungi kami sekarang juga dan dapatkan solusi terbaik untuk masalah Anda.


CSI Consultant, sebuah perusahaan konsultan dan firma hukum terintegrasi di Jakarta, membantu pelaku usaha dalam mengatur dan melaksanakan usaha dan investasi. Termasuk dalam pengurusan ketenagakerjaan, hubungan industrial, pajak, transaksi bisnis, penyelesaian sengketa baik secara litigasi maupun non-litigasi, dan kepatuhan. Jika Anda memiliki pertanyaan, jangan ragu untuk menghubungi kami.

Publikasi ini hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan nasihat hukum. Kami tidak bertanggungjawab dalam bentuk apapun kepada setiap pihak yang membaca dan/atau menggunakan materi apapun yang terkandung dalam publikasi ini.  Semua publikasi CSI Consultant memiliki hak cipta dan tidak boleh direproduksi tanpa persetujuan tertulis dari CSI Consultant.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi:

(62)21 3192 3933

admin@csiconsultant.co.id

Whatsapp Business: +6281519107778

Official Pages of CSI Consultant:

LinkedIn
Twitter
CSI Law Firm
Facebook Page
Instagram Page

Ketentuan Baru Cuti Melahirkan UU KIA: Apa yang Pengusaha dan Karyawan Perlu Ketahui Perbedaan Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum
Your Comment

Leave a Reply Now

Your email address will not be published. Required fields are marked *