Putri adalah seorang karyawan yang telah bekerja di PT Matahari Semesta Alam (“MSA”) selama 5 tahun. Selama bekerja di perusahaan tersebut, Putri selalu menerima upah atas pekerjaanya secara penuh dan tepat waktu. Akan tetapi, pada tahun 2022 MSA mengalami penurunan pendapatan dan keuntungan yang drastis.
Untuk menghemat pengeluaran perusahaan, pihak MSA secara sepihak memutuskan untuk mencicil gaji para karyawannya termasuk gaji yang diterima oleh Putri yang sebelumnya di bayar secara penuh di tanggal 25 setiap bulannya menjadi 50% dari upah yang akan dibayarkan setiap 2 minggu sekali sejak bulan Januari 2023.
Dengan memperhatikan hukum yang berlaku di Indonesia, apakah tindakan MSA yang mencicil upah karyawan diperbolehkan?
Ketentuan mengenai upah dan pengupahan dapat ditemukan dalam:
a. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan sebagaimana yang telah diubah sebagian oleh Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah dicabut dan digantikan oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“UU Ketenagakerjaan”); dan
b. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP 36/2021”).
Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa:
“Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:
- nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
- nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
- jabatan atau jenis pekerjaan;
- tempat pekerjaan;
- besarnya upah dan cara pembayarannya;
- syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
- mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
- tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
- tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja”
Merujuk pada bunyi Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa ketentuan besarnya upah yang akan diterima oleh pegawai dan cara pembayaran upah tersebut merupakan salah satu komponen yang harus ditetapkan pada perjanjian kerja.
Lebih lanjut, ketentuan mengenai cara pembayaran upah dalam perjanjian kerja juga diperjelas dalam beberapa pasal dalam PP 36/2021 sebagaimana berikut:
a. Pasal 53 ayat (3) yang menyatakan bahwa:
“Pembayaran Upah oleh Pengusaha dilakukan berdasarkan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.”
b. Pasal 54 ayat (2) yang menyatakan bahwa:
“Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode dan per tanggal pembayaran upah”
c. Pasal 55 ayat (1) yang menyatakan bahwa:
“Pengusaha wajib membayar Upah pada waktu yang telah diperjanjikan antara Pengusaha dengan Pekerja Buruh.”
Sehingga, besarnya upah dan cara pembayaran sebagaimana yang telah diperjanjikan antara Pengusaha dengan Pekerjanya harus dilakukan sebagaimana yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja.
Tindakan MSA yang secara sepihak mengubah besarnya upah dan cara pembayaran atas upah yang seharusnya diterima oleh Putri selama bekerja di MSA merupakan pelanggaran atas perjanjian kerja yang telah dibuat di antara Putri sebagai Pekerja dan juga MSA sebagai pengusaha. Tidak hanya itu, tindakan MSA juga melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 53 ayat (3), Pasal 54 ayat (2) dan juga Pasal 55 ayat (1) PP 36/2021.
Sebagai akibat dari pelanggaran yang dilakuken oleh MSA tersebut, MSA dapat dikenakan denda. Apabila besaran denda atas pelanggaran tersebut dijelaskan dalam perjanjian Kerja, maka MSA harus membayarkan denda sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja tersebut.
Namun, jika dalam perjanjian kerja antara MSA dengan Putri belum terdapat ketentuan mengenai besaran denda yang harus dibayar oleh MSA, besarnya denda ditentukan dalam Pasal 61 ayat (1) PP 36/2021 sebagaimana berikut:
“Pengusaha yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dikenai denda, dengan ketentuan:
- mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya Upah dibayar, dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) untuk setiap hari keterlambatan dari Upah yang seharusnya dibayarkan;
- sesudah hari kedelapan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditambah 1% (satu persen) untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari Upah yang seharusnya dibayarkan; dan
- sesudah sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga tertinggi yang berlaku pada bank pemerintah.”
Perlu diingat bahwa, pengenaan denda kepada MSA sebagaimana perhitungan di atas tidak menutupi kewajiban MSA untuk membayarkan upah kepada Putri sesuai dengan yang sudah disepakati dalam perjanjian kerja.
Lalu, apa langkah yang dapat dilakukan oleh MSA apabila ingin mengubah besaran dan tata cara pembayaran gaji para karyawannya?
Turunnya pendapatan dan juga keuntungan yang diterima, bukanlah hal yang dapat diantisipasi oleh perusahaan.
Apabila perubahan besaran dan tata cara pembayaran upah yang diberikan oleh perusahaan kepada para pekerjanya merupakan sesuatu yang dapat membantu keuangan perusahaan dan harus dilakukan, maka MSA dapat meraih sebuah kesepakatan kepada para pekerjanya yang dibuktikan dengan dokumen tertulis seperti dokumen perubahan (amandemen) perjanjian yang di dalamnya menyatakan bahwa MSA dan pekerja terkait telah menyetujui bahwa terdapat perubahan atas besarnya upah dan tata cara pemberian upah yang akan diterima oleh pekerja terkait.
CSI Consultant, sebuah perusahaan konsultan dan firma hukum terintegrasi di Jakarta, membantu pelaku usaha dalam mengatur dan melaksanakan usaha dan investasi, termasuk dalam pengurusan ketenagakerjaan, hubungan industrial, pajak, transaksi bisnis, penyelesaian sengketa baik secara litigasi maupun non-litigasi, dan kepatuhan. Jika Anda memiliki pertanyaan, jangan ragu untuk menghubungi kami.
Publikasi ini hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan nasihat hukum. Kami tidak bertanggungjawab dalam bentuk apapun kepada setiap pihak yang membaca dan/atau menggunakan materi apapun yang terkandung dalam publikasi ini. Semua publikasi CSI Consultant memiliki hak cipta dan tidak boleh direproduksi tanpa persetujuan tertulis dari CSI Consultant.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi:
(62)21 3192 3933
Official Pages of CSI Consultant:
LinkedIn
Twitter
CSI Law Firm
Facebook Page
Instagram Page
Join Discussion
2 Comments
Very descriptive article. Will there be a part 2?
Your Comment
Leave a Reply Now